Kisah Sukses Pedagang Bakpao Keliling dari Kota Tanjungpinang

kisah-hidup-syukron-bakpao

Saya barusaja selesai salat Zuhur di Masjid Agung Al Hikmah, depan GOR Kacapuri, Kota Tanjungpinang. Saat kebetulan melintasi kota lama, saya biasanya memang menyempatkan diri ke masjid yang sudah berumur ini.

Alasannya mungkin sama dengan apa yang akan Anda sampaikan, mendinginkan tubuh. Masjid memang selalu sejuk, setidaknya seperti itulah yang selalu saya rasakan.

Di teras masjid, di depan tempat parkir, di sebeah gedung PAUD, seorang lelaki mengenakan kopiah rajutan juga barusaja menunaikan salat zuhur. Belim lagi duduk di teras, ia harus berdiri, mengenakan sendal jepitnya dan melangkah ke sepeda motornya.

Jarak tempatnya duduk dengan motor yang sudah dipasangi kotak jualan bakpao hanya selangkah. Namun ia harus melangkah karena harus melayani pembelinya. Untuk mengambil bakpaonya, ia harus membuka penutupnya, mengambil apa yang dipesan dan membungkusnya.

"Kebanyakan memang dibungkus," ujar Syukron, pedagang bakpao keliling itu kepada saya.

Sebenarnya saya sudah sekian kali melihatnya. Namun baru kali ini muncul niat untuk sekadar berbincang dengannya. Komunikasi saya dengan Pak Syukron selama ini sebatas senyum saat melewati depan motor bakpaonya.

Kemudian meluncurlah kisah hidupnya, termasuk di dalamnya mengapa ia akhirnya berjualan bakpao. Bukan yang lain.

Lelaki yang dilahirkan di sebuah kampung di Kediri, Jawa Timur ini memang memiliki darah bisnis sejak kecil. Sejak remaja ia sudah mecoba beragam jualan. Suatu ketika ia membuka toko kelontong dengan jualan utama beras.

Laris? Ya laris manis. Sayangnya banyak pelanggan yang utang sementara ia harus memutar modalnya yang tak teralu besar. Akhirnya bangkrut.

Padahal hasil menggadaikan surat tanah orang tuanya juga ikut ditanamkan sebagai modal usahanya. Masih memiliki rasa tanggung jawab, Syukron muda merantau ke Surabaya. 

Kegagalan itu tak membuatnya menyerah. Di Kota Pahlawan ini, Syukron berjuialan bakpao. Karena ulet dan hemat, akhirnya ia mampu menyewa sebuah kios yang tempatnya strategis. Di sinilah usaha bakpao Syukron berkembang pesat.

Ilmu membuat bakpao diperolehnya dari bos bakpao di mana ia pernah bekerja di Surabaya. Karena suatu hal, usaha bakpao bosnya mengalami kebangkrutan dan Syukon yang tak memiliki keahlian lain selain dagang akhirnya memberanikan diri berjualan bakpao.

Dalam waktu tak sampai setahun, ia sudah memiliki banyak pelanggan. Namun ujian masih dilaluinya. Tanpa ingin menyalahkan siapa saja, ia menceritakan tiba-tiba penghasilannya turun sangat drastis.

"Lalu saya bertanya kepada salah satu pelanggan yang kebetulan lewat. Saya tanya mengapa lama tak membeli bakpao. Jawabnya saya nggak buka lagi, padahal saya jelas buka setiap hari," kenang Syukron.

Toh lelaki ini menganggap semua itu memang ujian yang harus dilaluinya. Hingga akhirnya terbersitlah keinginannya untuk merantau ke Tanjungpinang, 13 tahun lalu.

Tujuannya merantau hanya satu, melunasi utangnya di kampung senilai puluhan juta. Syukron yakin setuap ada langkah ada saja cerita Gusti Allah untuk umat-Nya yang sungguh-sungguh berusaha.

Sampai ke Tanjungpinang, dari Pelabuhan Pelni Kijang, ia sengaja mencari masjid agung dan sampailah ia di Masjid Alhikmah. Beberapa hari ia mengaku tinggal di sini sambil mencari peluang bekerja.

Akhirnya ia bekerja membantu seorang pedagang buah. Tugasnya menyortir buah, menempatkannya di lapak kakilima, melayani pembeli. Dari pekerjaan ini ia mendapatkan bayaran Rp.50.000 per hari. Ia mengajak serta istrinya, yang juga mendapatkan bayaran sama. Kalau lembur ada uang tambahan.

Sekian lama bekerja pada pedagang buah, Syukron mampu melunasi utang di kampungnya. Penghasilannya dan sang istri dikumpulkan dan dipakai untuk mengangsur utangnya di kampung setiap bulan.

Masih ada sisa uangnya, lalu dipakai untuk pulang kampung karena sudah setahun nggak pulang. Di kampung ia tak lama, lalu kembali lagi ke Tanjungpinang.

Dan Syukron pun akhirnya kembali menekuni usaha lamanya, yakni berjualan bakpao. Ada beberapa varian rasa yang dibuatnya, diantaranya kacang merah, kacang hijau, keju dan daging ayam. Setiap hari ia menyiapkan dagangan untuk dua gerobak.

Satu untuk dirinya yang keliling pakai motor, satunya untuk istrinya yang jualan barang sama di tepi sebuah jalan di Kota Tanjungpinang.

"Sudah 13 tahun saya jualan bakpao," ujarnya.

Kini Syukron sudah menempati rumah sendiri di Kota Tanjungpinang. Ia berjualan bakpao keliling, sementara istrinya juga menjajakan bakpao dengan cara menunggu pembeli di pangkalan. Hasilnya dipergunakan untuk kebutuhan hidup. ***



Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel