Tahun Baru, Protokol Kesehatan dan Liburan Warga

protokol-kesehatan

Protokol kesehatan adalah dua kata yang diucapkan serangkai. Tiba-tiba saja menjadi sesuatu yang sering sekali didengar. Kalau ada yang cuek nggak mau dengar, pasti banyak menemukannya di banyak tulisan. Rasanya nggak ada tempat bagi kita sembunyi agar tidak mendengar atau membaca tentang protokol kesehatan.

Tahun baru yang baru lewat dua hari lalu, saya sengaja menyibukkan diri di atas roda kendaraan. Memang berniat tidak ngupdate blog atau membuat artikel lainnya. Lha wong tahun baru. Saya sadar, ini masih dalam pandemi Covid-19.

Jalanan sepi, ramai namun sangat jauh dibandingkan dengan hari biasa. Banyak toko dan tempat usaha tutup. Di rumah saja, imbauan tersebut agaknya sejalan dengan program pemerintah yaitu menjaga protokol kesehatan.

Sebenarnya mengikti protokol kesehatan itu bukan sesuatu yang sulit kalau mau menerapkannya sungguh-sungguh. 

Langkah yang kini diyakini di seluruh dunia saat ini adalah disiplin menggunakan masker saat beraktivitas, rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir serta menjaga jarak alias sosial distancing.

Salah satu penelitian di Texas A&M University, University of Texas, University of California, dan California Institute of Technology menjadi pertimbangan apakah menjaga protokol kesehatan ada gunanya untuk mencegah corona?

Penelitian mereka membandingkan kasus infeksi Covid-19 di Italia dan New York sebelum dan sesudah kebijakan wajib menggunakan masker.

Hasil penelitian para ahli lalu diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences, menyatakan masker efektif mencegah infeksi virus corona di dua kota itu ketimbang kebijakan lockdown.

Lebih gampangnya dibilang begini, masker bisa mencegah lebih dari 78.000 kasus Covid-19 di Italia pada 6 April-9 Mei 2020, dan lebih dari 66.000 kasus Covid-19 di New York pada 17 April-9 Mei 2020.

"Pakai masker saat di luar rumah dengan cara yang benar dan merupakan cara paling efektif untuk mencegah penularan virus corona antarmanusia," ungkap penelitian tersebut.

Agar lebih efektif, peneliti juga menyebut penggunaan masker di ruang publik perlu ditunjang praktik jaga jarak aman, disiplin karantina, dan pelacakan kontak dari pasien positif Covid-19.

Tak salah jika banyak negara, termasuk Indonesia, menjadikan masker, jaga jarak sebagai jurus menekan penyebaran Covid-19. Di Indonesia, protokol kesehatan dengan mencuci tangan dengan air mengalir menjadi jurus tambahan menekan penyebaran dan penularan.  

Bahkan saat nonton televisi, kerap muncul bagaimana ibu berpesan kepada anak-anaknya. NGgak cuma melalui bentuk iklan yang kaku, melainkan menggunakan jasa Grup Band Padi untuk menyosialisasikan gerakan 3M.

Lalau saya memutar jauh, melintasi Bintan Buyu, sekalian ngetes jembatan yang baru selesai dperbaiki setelah sekitar 3 bulan ditutup.

Sampailah di Simpang Lagoi, belok kanan, nggak sampai masuk ke kawasan karena memang rencananya nggak begitu. Simpang tiga belok kanan sampailah ke Ekang Anculai dan menikmati perjalanan lama ke Trikora.

Waduh... nggak nyangka ramainya kayak gitu. Nyaris nggak ada lagi tempat kosong di tepi pantai. Baik tempat yang sudah dikelola dan memiliki pondok untuk disawakan atau pantai yang belum digarap.

Kanan kiri jalan disesaki kendaraan bermotor. Yah memang selalu seperti itu tahun baru. Tentu ada banyak harapan di tanggal 1 Januari itu.

Saya melihat wajah-wajah bahagia di sepanjang pantai. Tak sedikit yang membawa serta anggota keluarganya. Sungguh saya sebanarnya ingin ikut bersanding bersama mereka. Kalau soal kenal atau nggak, asalkan sudah duduk lalu bercakap pasti jadi saudara.

Lha kita itu dilahirkan bersaudara, cuma belum kenal saja, Toh asal usul manusia ya sama.

Cuma saya menyadari, dalam kerumunan seperti itu masih banyak yang tidak mengenakan masker. Biasanya saya sih ndableg, sering ngopi bersama atau sekadar nongkrong di kedai kopi. Namun jumlah kerumunannya masih terbatas.

Dan di Pantai Trikora itu sangat banyak manusia. Sejumlah tempat pelesir memang menyiapkan petugas yang mengukur suhu tubuh setiap pengunjung yang masuk. Namun jumlah warga yang tidak tes suhu tubuh lebih banyak, karena mereka memilih duduk di tepi pantai yang belum dikelola pengusaha wisata.

Bokong saya penat sebenarnya di atas jok. Tetapi saya memilih untuk tetap melaju kembali ke Tanjungpinang. Bagi saya merayakan tahun baru dengan cara lewat lewat saja sudahlah cukup. Atau mungkin saya salah satu orang yang masih percaya virus Covid-19 itu ada?

Atau mungkin tahun barunya terlaku cepat? Sebab beberapa hari sebelumnya pakdhenya temanku di Jakarta meninggal, lalu teman sekolah SMA juga dikabarkan meningga dunia melalui WhatsApp Grup. 

Selamat tahun baru bagi semuanya, semoga tahun ini membawa perubahan dalam segala hal. ***

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel